Salat Witir hukumnya sunah menurut mazhab Hambali,
sedangkan tingkat kesunahannya
adalah Sunah Muakadah.
Ibnu Taimiyah al-H̱afīd memilih pendapat
bahwa Salat Witir hukumnya adalah wajib
bagi orang yang telah mengerjakan Salat Malam.
Pendapat ini kuat,
karena mengamalkan semua dalil yang ada.
Dalil menunjukkan bahwa pada asalnya
hukum Salat Malam adalah sunah,
kemudian menunjukkan bahwa orang yang sudah mengerjakannya
diwajibkan baginya Salat Witir.
Jadi, seolah-olah seseorang memulai
Salat Malam secara sukarela
tapi kemudian diharuskan Salat Witir.
Ini serupa dengan apa yang dikatakan para fukaha
terkait nazar,
bahwa bernazar hukumnya dianjurkan
tapi memenuhi nazar tersebut adalah wajib.
Demikian juga seseorang dianjurkan
untuk mengerjakan Salat Malam,
tapi jika sudah mengerjakannya, maka dia diwajibkan Salat Witir.
Inilah landasan pilihan Abul Abbas Ibnu Taimiyah
yang mengkompromikan dalil-dalil syariat secara keseluruhan.
====
فَالْوِتْرُ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ
وَرُتْبَتُهُ مِنَ الْاِسْتِحْبَابِ
أَنَّهُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ
وَاخْتَارَ ابْنُ تَيمِيَّةَ الْحَفِيدُ
أَنَّ الْوِتْرَ وَاجِبٌ
عَلَى مَنْ لَهُ حَظٌّ مِنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ
وَهَذَا قَوِيٌّ
فَفِيهِ الْعَمَلُ بِمَا دَلَّتْ عَلَيْهِ الْأَدِلَّةُ مَجْمُوعَةً
فَدَلَّتِ الْأَدِلَّةُ ابْتِدَاءًا
أَنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ مُسْتَحَبٌّ
ثُمَّ دَلَّتْ عَلَى أَنَّ مَنْ قَامَهُ
يَجِبُ عَلَيهِ أَنْ يُوتِرَ
فَكَأَنَّ الْمَرْءَ ابْتَدَأَ
بِصَلَاةِ اللَّيْلِ نَدْبًا
ثُمَّ أَوْتَرَ فَرْضًا
وَهَذَا نَظِيرُ مَا يَذْكُرُهُ الْفُقَهَاءُ
فِي النَّذْرِ
فَإِنَّ عَقْدَ النَّذْرِ مُسْتَحَبٌّ
وَالْوَفَاءُ بِهِ وَاجِبٌ
فَكَذَلِكَ يُسْتَحَبُّ لِلْمُصَلِّي
أَنْ يُصَلِّيَ صَلَاةَ اللَّيْلِ
فَإِذَا صَلَّاهَا كَانَ الْوِتْرُ عَلَيْهِ وَاجِبًا
هَذَا هُوَ مَوْرِدُ اخْتِيَارِ أَبِي الْعَبَّاسِ ابْنِ تَيمِيَّةَ
وَفِيهِ اعْتِدَادٌ بِالْأَدِلَّةِ الشَّرْعِيَّةِ كُلِّهَا